Curhat seorang Wanita


g' bisa dipungkiri kalau wanita itu keinginannya lumayan bisa dikatakan nakal.

du2k dibangku untuk dengarin dosen ngoceh didepan ternyata lumayan membosankan... tapi g segitunya kale... kalau du2k ma sesama cowok... ngomongin cewek... begitu juga sebaliknya!
tapi waktu du2k antara cowok ma cewek ngomongin apa? yang kebanyakan sih saling membela diri masing2...

eh iya ya... mana curhat seorang wanitanya ya?

langsung aja dech... laki2 klw liat yang bening mulutnya langsung ngeluarin suara Waoowww.
Trus prempuan gmn?
ini lah ne yang akan diposting ne... dia mengatakan nti lau ente mau posting curhat ane ne... pake inisial aja ya.. sperti inisial pada posting tafsir mimpi ntu...
yaudah sebut saja namanya B_t2.. g' kliatan cewek ya.. yaudah "n" aja...
dengan suara yang lumayan pelan, takut kedengaran yang lain kali ya... n mengatakan sejujurnya lau n melihat cowok yang dibawah standar gaet cwek bening muncul tanda tanya ? sebesar kepala... tapi lau liat yang cowok ganteng ma cewek cantik jln ber2 dia malah lega...
sebenarnya dia masuk kategori cewek yang mana ya???
akhir dari curhatnya:
Kalau liat cowok cuakep dia bisa lupa ma cowok yang njalin hubungan ma dia saat itu...

Hati2 lah bila nemuin cewek yang beginian!!!
Buat "n" Lau bisa ubah sifat gituan ya... jodoh tu salah satu yang diatur tuhan!

Pacaran Vs Ta'aruf???

Saat magang di As-shofa.

Didalam ruangan yang dingin suasana begitu hening, tiba-tiba ntah kenapa mas Wandi dan bang Ari membahas tentang pasangan!!!
Dibenakku... Lumayan ne untuk nambah ilmu ginian. hehehe..

Ntah knapa pembicaraan mereka membahas tentang ta'aruf n pacaran (ngedate), membahas dari sisi negatif ampe mencari peluang untuk yang positif...
yang jelas walaupun ada yang ngaku lumayan banyak Sisi positif tapi bagaiman dengan yang negatif??? udah jelas lebih banyak dong (negatif)!!!

biar g' dibilang munafik.

Pernah sih ngalami pacaran, udah berapa ya? hehehe... santai aja ya g usah dibahas dulu...
Ta'aruf itu sendiri apa?
nyari arti itu kalau Zaman Sekenein ne ndak susah dow... ktik aja keyword ta'aruf di Paman Google langsung kluar berbagai macam defenisi. Coba aja ya...

Nurdin mau ta'aruf?

hahaha... mau... mau... mau...???
yang mau di ta'aruf in tu sapa ???
tapi yang pasti keinginan untuk berkeluarga pasti ada dong! sekarang? ya g' la... nanti udah buat judul.....
udah buat judul, bukan langsung nikah... tapi liat umur juga, lau masih dikasi kesempatan idup pasti bukan itu aja dung... Kuliah - Kerja - Kawin...

Pengen gaya ta'aruf g'?
!?!?!?!?
hemmmmmmm!!!
Zamannya g' ya?
!?!?!?!?

Judulnya aneh ya...

gimana g' aneh??? waktu mw posting tulisan ini ja, keadaan Lg aneh...
Mikir TA? g' juga... masa' dipikiri ja? (g' ada Usaha mw buat)!!!
Teman yang laen Lagi asyik dengan nyoret dinding, Nyolek Teman truz pa Lg ya kata2 yang da di Facebook??? pokoknya lumayan buat percakapan yang Hot la Waktu ngumpul ma teman2 sengok Team. selain Hotnya Pilkada...

Pilkada???
kLw golput gimana? HARAMMMM!!! itu kan kata orang2 yang pengen dipilih atau orang yang masih dalam Lingkungan POLITIKUS...

Wahh!!! bicara politik mah g' nyambung dengan keinginan Hati ini...
Ngasi pernyataan dikit neh... Rakyat indonesia yang pasti makin gerah dengan Semua politik yang ada di INDONESIA tercinta ini.

Buat Calon2 yang (Gila Caleg) mudah2an aja (Gila Caleg) g kebalik menjadi (Caleg Gila)... kasiankan udah duit banyak habisss eh tu kursi g' bisa diDu2ki kq malah Gila... itu sih menurut isu dari Tipi2 yang mengatakan sudah disiapkan RSJ buat para Caleg...

Berdasarkan data yang ada, secara nasional kini terdapat hampir 1,7 juta caleg yang akan memperebutkan puluhan ribu kursi anggota dewan (termasuk DPD/Dewan Perwakilan Daerah). Padahal, total jumlah kursi anggota dewan dan DPD yang tersedia hanyalah sekitar 18.000-an se-Indonesia.

Truz Pemilu taon ini meilih g'?

Gimana ya... :)
kLw g' milih MUI menyatakan Haram... tapi koq bisa se enaknya aja ya mengatakan haram??? Nikah ja ada macam macam hukumnya… ada yang Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, dan yang terakhir ne baru HARAM!!!
(kapan Nikah?) (poLigami?) kLw teman yang tauny aq selalu ngebahs itu pasti udah kepikir!!! din... din... Lw g' nikah Poligami!!! mmmmmm!!!

Menurut pendapat yang ane stuju... Yang haram itu sesuatu yang sia2... (Nyontreng Taon ne tp g da perubahan untuk negara ini).

Trus sebenarnya judul posting ini apa sih???
huahaha..........

ya bener tu, "Tugas Akhir VS Online???" Tugas akhir g kpikir, trus Online di Warnet Teman... Trus nyoba tuk bermain jari di Keyboard Komputer, trus inilah hasilnya!

Oleh : al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

14 Februari adalah hari yang sangat istimewa bagi para pendewa Valentine’s Day. Pada hari itu mereka mengungkapkan rasa cinta dan sayang kepada orang-orang yang diinginkan. Ada yang menyatakan perasaannya kepada teman, guru, orang tua, kakak atau adik, dan yang paling banyak adalah yang menyatakan kepada kekasihnya. Pada hari itu pula mereka mengirimkan kartu atau hadiah bertuliskan ” Be my Valentine” (Jadilah Valentine-ku) atau sama artinya “Jadilah Kekasihku”.

Di Indonesia, sejak era 1980-an, perayaan Hari Valentine ini makin memprihatinkan. Jika kita masuk toko buku atau semisalnya di bulan Februari, akan tampak rak-rak yang berjajar berisikan beragam kartu ucapan Valentine’s Day. Tak mau kalah, toko-toko souvenir pun mulai menjajakan aneka kado bertema Valentine’s Day. Mall dan supermarket juga menghias seluruh ruangan dengan warna-warna pink dan biru lembut, dengan hiasan-hiasan berbentuk hati dan pita di mana-mana. Hampir semua media cetak dan elektronik pun jadi penggesa program misterius ini.

Dengan berfikir sedikit saja kita dapat mengetahui bahwa perayaan ‘aneh’ ini tidak lepas dari trik bisnis para pengusaha tempat hiburan, pengusaha hotel, perangkai bunga, dan lainnya. Akhirnya jadilah perayaan Valentine sebagai perayaan bisnis yang bermuara pada perusakan akidah dan akhlak pemuda Islam (khususnya). Saatnya kita bertanya pada diri kita masing-masing, apa yang sudah kita lakukan dalam penyelamatan generasi penerus kita.

Sekilas Sejarah Valentine’s Day

Ribuan literatur yang menyebutkan sejarah Hari Valentine masih berbeda pendapat. Ada banyak versi tentang asal-usul perayaan Valentine ini. Yang paling populer adalah kisah Valentinus (St. Valentine) yang diyakini hidup pada masa Claudius II yang kemudian menemui ajal pada 14 Februari 269 M. Namun kisah ini pun ada beberapa versi lagi.

Yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menilik lebih jauh lagi ke dalam tradisi paganisme (dewa-dewi) Romawi Kuno. Pada waktu itu ada sebuah perayaan yang disebut Lupercalia. Di dalamnya terdapat rangkaian upacara penyucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama dipersembahkan untuk Dewi Cinta , Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk bersenang-senang dan menjadi objek hiburan.

Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan Dewa Lupercalia terhadap gangguan serigala. Selama upacara ini, kaum muda memecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dipecut karena menganggap pecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur. Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Kemudian agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Galasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari.

Jati diri St. Valentine sendiri masih diperdebatkan sejarawan. Saat ini, sekurang-kurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Di antaranya ada kisah yang menceritakan bahwa kaisar Caludius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda menikah. Tindakan kaisar itu mendapatkan tantangan dari St. Valentine yang secara diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia pun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M.

Dapat kita tarik beberapa kesimpulan:

1. Valentine’s Day berakar dari upacara keagamaan ritual Romawi Kuno untuk menyembah dewa mereka yang dilakukan dengan penuh kesyirikan.

2. Upacara yang biasa dilaksanakan pada 15 februari tersebut pada tahun 496 oleh Paus Galasius I diganti menjadi 14 Februari.

3. Agar dunia menerima, hari itu disamarkan dengan nama “hari kasih sayang” yang kini telah tersebar diberbagai negeri, termasuk negeri-negeri Islam.

Jangan Ikuti Budaya Kafir

Begitukah wahai saudaraku seiman, Hari Valentine berasal dari zaman Romawi yang seluruhnya tidak lain adalah bersumber dari paganisme syirik, penyembahan berhala, dan penghormatan kepada pastor. Selain itu, perayaan Valentine’s Day adalah salah satu makar orang-orang Yahudi yang diselundupkan ke dalam tubuh unat Islam supaya diikuti. Jadi, perayaan Valentine’s Day adalah salah satu acara yang diadakan orang-orang kafir dan orang-orang yang bergelimang dosa dalam rangka berbuat maksiat, mengumbar syahwat, dan memenuhi hawa nafsu belaka.

Di Bandung 12 Februari 2005, Studio Carton Multi Kreasi menggelar acara lomba menjijikkan yang diadopsi dari Amerika [Harian Pikiran Rakyat 13 Februari 2005]. Arini dari Muri menyatakan bahwa lomba serupa pernah digelar pada Desember 2001 di New York, AS. Mengapa masih banyak pemuda-pemudi Islam tertipu dan ikut-ikutan membeo budaya orang-orang kafir tersebut? Ingatlah wahai kaum muslimin, musuh-musuh Islam selalu berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan kalian dari ajaran agama kalian! Alloh berfirman:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar).”…(QS. Al-Baqoroh [2]: 120)

لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sungguh kalian akan mengikuti sunnah perjalanan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga mereka memasuki lubang dhab (hewan sejenis biawak di Arab). Mereka berkata, “Wahai Rasulullah apakah mereka Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Bukhari 7325 dan Muslim 2669)

Syaikh Sulaiman bin Abdulloh Alu Syaikh rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sungguh mayoritas umatnya ini telah mengikuti sunnah perjalanan kaum Yahudi dan Nasrani dalam gaya hidup, berpakaian, syi’ar-syi’ar agama, dan adat-istiadat. Dan hadits ini lafazhnya berupa kabar yang berarti larangan mengikuti jalan-jalan selain agama Islam.” [Taisir Aziz al-Hamid hlm. 32]

Menyoroti Valentine’s Day

Setiap Februari menjelang, banyak remaja Indonesia yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Walau sudah banyak yang mendengar bahwa Valentine adalah salah satu hari raya umat Kristiani yang mengandung nilai-nilai akidah Kristen, namun hal ini tidak mereka pedulikan. Bisakah dibenarkan sikap dan pandangan seperti itu?

Lajnah Da’imah Arab Saudi pernah ditanya tentang perayaan Valentine’s Day, mengucapkan ucapan selamat, memberikan hadiah, dan menyediakan alat-alat untuknya, lantas dijawab oleh Lajnah:

“Dalil dalil yang jelas dari al-Qur’an dan sunnah serta kesepakatan ulama salaf telah menegaskan bahwa perayaan dalam Islam hanya ada dua, Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun perayaan-perayaan lainnya yang berkaitan dengan tokoh, kelompok, atau kejadian tertentu adalah perayaan yang diada-adakan [ Al-Hafizh Ibnu Rojab rahimullah berkata: “Sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal sebagaimana dilakukan oleh ahli kitab sebelum kita melainkan berdasarkan syari’at dan dalil.” (Fathul-Bari: 1/159, Tafsir Ibnu Rajob: 1/390)]. Tidak boleh umat Islam merayakannya, menyetujuinya, menampakkan kegembiraan padanya, atau membantu kelancarannya karena hal itu berarti melanggar hukum Alloh yang merupakan suatu tindak kezaliman. Dan bila perayaan tersebut merupakan perayaan orang kafir maka maikn parah dosanya sebab hal itu merupakan tasyabbuh (menyerupai) mereka dan termasuk bentuk loyalitas kepada mereka, sedangkan Alloh dalam al-Qur’an yang mulia telah melarang kaum mukminin menyerupai orang-orang kafir dan loyal kepada mereka. Juga, telah shohih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

و من تشبه بقوم فهو منهم

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud: 4031, Ahmad: 2/50, 92, dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul-Gholil: 1269)

Perayaan Valentine’s day termasuk hal di atas karena termasuk perayaan penyembah berhala dan umat Nasrani. Maka tidak boleh umat Islam yang beriman kepada Alloh dan hari akhir ikut merayakannya, menyetujuinya, dan mengucapkan selamat untuknya. Bahkan yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya sebagai ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya serta menjauhi sebab kemurkaan Alloh. Sebagaimana pula diharamkan membantu semaraknya acara ini atau perayaan-perayaan haram lainnya baik dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, mensponsori, dan sebagainya karena semua itu termasuk tolong-menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Alloh berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…(QS. Al-Ma’idah [5]: 2) [ Fatawa Lajnah Da’imah Lil-Buhuts Ilmiyyah wal-Ifta’: 21203 tgl. 22/11/1420.]

Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah menyebukan beberapa dampak negatif perayaan Valentine’s Day. Beliau berkata dalam fatwa yang beliau tanda tangani bertanggal 5 Dzulqo’dah 1420 H:

“Perayaan ini tidak boleh karena alasan berikut:

Pertama. Valentine’s Day hari raya bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari’at Islam.

Kedua. Merayakan Valentine’s Day dapat menyebabkan cinta yang semu.

Ketiga. Menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salafush-sholih radhiyallahu ‘anhum.

Maka tidak halal melakukan ritual hari raya dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah, ataupun lainnya. Hendaklah setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, bukan menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan.” [ Majmu’ Fatawa wa Rosa’il kar. Syaikh Ibnu Utsaimin: 16/199-200. Lihat pula Fatawa Ulama’ Baladil-Haram hlm. 1022-1024 dan as-Sunan wal-Mubtada’at fil-A’yad hlm. 52 kar. Dr. Abdurrohman bin Sa’ad asy-Syisyri.]

Dampak buruk lainnya, terhapuslah nilai-nilai Islam serta memperbanyak jumlah mereka dengan mendukung dan mengikuti agama mereka.

Alhasil, hendaklah kaum muslimin sekarang ini mengetahui dan berhati-hati terhadap propaganda yang diserukan oleh orang-orang kafir yang berusaha menjauhkan kaum muslimin dari ajaran Islam dan melegalkan ajarannya yang sesat lagi menyesatkan.

Valentine, Hari Cinta?

Dikatakan, Valentine itu hari untuk menyebarkan kasih sayang dan cinta. Benarkah demikian? Salah, bahkan pernyataan itu sungguh memperihatinkan! Bukankah dengan demikian seolah-olah Islam tidak mengenal cinta kasih, padahal dalam Islam ajaran cinta kasih memiliki kedudukan tersendiri dengan skala prioritas sebagaimana tercantum dalam QS. al-Baqoroh [2]: 165, at-Taubah [9]: 24, al-Fath [48]: 29, dan al-Ma’idah [5]: 54.

Kelihaian dan kelicikan musuh Islam untuk menipu umat Islam patut diacungi jempol. Valentine’s Day yang berbau syirik pun bisa terbungkus dan terpoles rapi dan digandrungi oleh generasi muda Islam yang tidak memiliki kekuatan Ilmu agama.

Sesungguhnya cinta dalam Valentine’s Day hanyalah cinta semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Oleh karenanya, perhatikanlah bagaimana Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh para pemuka Islam melainkan juga oleh pemuka agama-agama lainnya. Di India misalnya, pernah diberitakan bahwa sejumlah aktivis dan pemuka agama Hindu berkumpul di Bombay pada Sabtu, 14 Februari 2004. Dengan lantang mereka menyerukan agar tidak ikut-ikutan merayakan Hari Valentine yang menganjurkan dekadensi moral dan merusak tradisi India. Seorang aktivis berteriak: “Valentine’s Day bukan bagian dari kepribadian dan tradisi agama kita. Selain itu, apa yang diajarkan oleh Valentine’s day itu sungguh-sungguh akan merusak tatanan nilai dan norma kehidaupan bermasyarakat warga India. Janganlah ikut-ikutan Barat!!” [ Kantor Berita Reuters 12 Februari 2005]

Kesimpulan

Valentine’s Day merupakan hari raya orang kafir yang penuh kesyirikan. Tidak boleh umat Islam ikut-ikutan merayakannya, dan membantu memeriahkannya dengan memperdagangkan alat-alat yang digunakan. Wajib umat Islam menghindari kemurkaan Alloh. Allohu A’lam. []

[Sumber: Majalah Al Furqon, edisi 6 th. Ke-8, Muhorram 1430 H (Jan. '09). Dicuplik dari http://imtri.co.nr]

Cinta adalah kesenangan jiwa, hiburan kalbu, pembersih akal dan penghilang kegundahahn. Ibnu Qayyim Al Jauziah pernah berkata: ”Cinta mengharuskan seseorang yang sedang terpanah olehnya untuk mengkhususkan cintanya kepada yang dicintainya. Dan janganlah ia menyekutukan cinta terhadap kekasih dengan yang lain. Karena sesorang tidak bisa membagi cintanya secara adil. Dalam hati manusia tidaklah mungkin terdapat dua cinta, sama seperti tidak mungkin ada dua tuhan di dunia ini”.

Perasaan cinta pasti ada pada setiap manusia normal. Orang orang yang tidak mempunyai rasa cinta didalam hatinya adalah orang orang yang kasar, cacat jiwanya atau gila dan tidak berperangai. Dengan adanya perasaan cinta, orang yang penakut menjadi pemberani, yang pelit menjadi murah hati, yang pemarah menjadi penyabar, suka pada keindahan dan membenci keburukan.


Cinta itu Fitrah

Membicarakan cinta sangat menarik dan tidak ada habisnya. Cinta dibicarakan dimana saja dan kapan saja. Cerpen, novel, puisi, film, lirik lagu banyak yang bercerita tentang keindahan, keagungan dan manisnya cinta, bahkan skrg (Membicarakan CINTA) Karena perasaan cinta itu fitrah, tentu perasaan tersebut dapat membawa orang yang merasakannya akan dibawa menuju keKemulian, kebahagiaan dan ketinggian nilai saat perasaan itu terpenuhi. Atau orang yang merasakannya lebih tenang saat bersama fitrahnya tersebut.

Dengan memiliki cinta, manusia berkelakuan lebih terarah, karena menjalankan sesuatu sesuai dengan kebutuhan dasarnya. ”Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikif” (QS. Ar Ruum (30): 21).

Kisah Putri Rasulullah SAW.

Fatimah Az zahra, putri dari Rasulullah SAW. Yang pergaulannya sangat menjaga adab islami dan berada dalam kontrol sosial yang ketat, juga pernah merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda, akan tetapi perasaan tersebut tidak pernah diungkapkan sampai beliau menikah. Setelah menikah barulah beliau menceritakan perasaannya tersebut pada sang suami. Karena tidak tau siapa sebenarnya orang yang dicintai oleh istrinya tersebut, sebagai manusia biasa Sayyidina Ali ra., sebagai suamipun merasa cemburu mendengar cerita istrinya itu. Kemudian menanyakan kepada Fatimah siapa orang itu dan kenapa beliau tidak menikah dengan orang itu. Fatimah pun tersenyum mendengar pertanyaan sang suami tercinta, dan berkata bahwa laki laki tersebut adalah Sayyidina Ali ra. Sendiri dan kini laki laki tersebut telah menjadi suaminya. Begitulah kisah cinta Fatimah dan Ali, yang tidak berkembang menjadi rindu dendam, ataupun kisah kasih asmara apalagi pacaran. Semua itu hanya terbesit dalam hati.

Buat Read More

Bingung ne mau Ngasi Triknya gimana...

Lgsung Liat pada yang ahlinya aja ya....

Kunjungi aja www.Isnaini.com

Bingung!?

Kesibukan masing- masing telah timbul di diri para Mahasiswa MI.
mulai dari sibuk menyelesaikan Bab- bab selanjutnya untuk tugas akhir, yang bingung mau buat judul apa?, yang sibuk dengan kegiatan PKL alias magang, sampai dengan yang lagi kebingungan karena ngajuin untuk magang g' diterima- terima... pokoknya yang paling berabe mereka yang udah kehabisan ide untuk diterima magang!

tepat tanggal 10 aku bersama rekanku mendapatkan tanda tangan dosen yang bertanggung jawab dalam pengesahan magang.
terucap kalimat yang lumayan mengglitik perut dari rekan kita " kayak gini (sambil menunjukkan tanda tangan yang sudah didapati) sebenarnya tanda tangan bapak ini g' keren... malah ampir imbang dengan tanda tangan adekku! tapi kok susah banget ya mendapatkan tanda tangannya..."

Ya sudahlah... Alhamdulillah yang penting urusan tanda tangan udah selesai...
Tinggal ngadapi suasana tempat magang yang akan dituju ne... kira- kira guru2nya pada ramah g' ya... truzz kira-kira disana bisa TP TP g' ya... hehehehe... dasar prasaan ingin ganggu kedudukan hati para Kaum Hawa ne mang g' bisa ilang langsung ya... masih ja da yang nempel.. huh!!!
kepikiran TA (Tugas Akhir) g'???
Lumayan kepikiran la... tapi judul ("Wajahmu takkan pernah kulupakan") yang selama ini dipersiapkan langsung ilang ditelan oleh teman yang udah duluan ngajuin judul itu, aduh... mau buat judul pa lagi ya?...
mudah mudahan aja ada proyek yang bisa diajukan buat judul TA ya...

Tafsir Mimpi?

Tit tit… Tit tit…

Begitulah suara yang keluar dari Hp Nokia 1112 ku… Begitu ku buka pesan yang kuterima, ternyata dari salah seorang teman kuliahku yang berinisial R.

Isi pesannya dia minta tanggapan tentang mimpi yang dialaminya, R udah kurang lebih 2 – 3 kali mimpi dikejar anjing... R juga menyatakan udah bosan juga, masa’ mimpinya itu2 aja, kayak g’ kreatif aja tu mimpi!

Awalnya aku berpikir bagaimana cara jawabnya agar dia g’ kecewa!
R tau lau aku bukan seorang penafsir mimpi, tapi mungkin dia menganggap aku sebagai orang yang enak diajak Sharing (Ge eR ye...) makanya seolah olah ia tepat bertanya pada orang yang benar. Hehehe....
Singkat crita aku langsung saja mengexspresikan kata- kata bijak untuk tanggapan mimpinya itu. Menurut penafsir mimpi, kalau mimpi digigit ular berarti akan ada yang melamar alias mengawininya, atau mimpi ada yang meninggal berarti bakalan ada yang akan lahir! Dan banyak lagi seabrek penafsiran mimpi lainnya yang sebenarnya susah untuk di mengerti.

Dikejar- kajar anjing berarti ada malapetaka... denga pengkajian terhadap penafsir mimpi tadi, diambil saja bahwa akan dapat suatu kebahagian yang merupakan lawan kata malapetaka tadi. Tapi ada tapinya.... menurut kita yang muslim Anjing tetap haram! Langsung aja kemungkinan keberuntungan tersebut tidak sepenuhnya sempurna, alias ada efek sampingnya... ( g’ ngerti deh dengan bacaan ini! ). !?!?

Nyambung lagi ne.... Setelah ada beberapa ari ntah minggu, si R ini sms lagi tentang mimpi yang pernah ia alami. Dan kali ini mimpinya itu sianjing yang biasa ngejar dia akhirnya berhasil ia kadali dengan cara menghilangkan diri... punya ilmu ngilang apa?... dia menghilang dari peredaran sianjing, akhir mimpinya sianjing gagal dalam mimpinya...

Yang jelas si R selaku TO (Target Operasi si anjing) merasa lega bahkan sekaligus puas karena bisa ngibulin seekor binatang yang diharamkan oleh Khalik orang muslimin wal muslimat J

Penafsiran berdasarkan riset yang tidak jelas:

Dengar kabar burung (burung gereja kali ye...) diakhir- akhir ini, aku dengar si R udah punya Gebetan (Tautan Hati mungkin).

Kesimpulan :

Mimpi dikejar anjing = mungkin saat itu mereka lagi PeDe Kate seperti film india pake acara kejar- kejaran sambil nyanyi- nyanyi... walaupun mungkin dimimpinya sambil nangis- nangis kali ya...

Truzz mimpi dikejar anjing si R lolos = si cowok berhasil meluluhkan hati si R ini, mimpi selanjutnya dia g’ da crita, begitu juga dengan cerita ini terpaksa harus HABIS!!!

Masalah batal atau tidaknya wudhu' seorang laki-laki yang menyentuh wanita memang diperselisihkan di kalangan ahlul ilmi. Ada diantara mereka yang berpendapat membatalkan wudhu' seperti Imam Az-Zuhri, Asy-Sya'bi, dan yang lainnya. Akan tetapi pendapat sebagian besar ahlul ilmi, di antaranya Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan ini yang rajih (kuat) dalam permasalahan ini, tidak batal wudhu' seseorang yang menyentuh wanita. Wallahu ta'ala a'lam bish-shawab.

Syaikh Muqbil rahimahullahu ta'ala pernah ditanya dengan pertanyaan yang serupa dan walhamdulillah beliau memberikan jawaban yang gamblang. Sebagaimana yang Saudara harapkan untuk mengetahui fatwa ahlul ilmi tentang permasalahan ini, kami paparkan jawaban Syaikh sebagai jawaban pertanyaan Saudara. Namun, di sana ada tambahan penjelasan dari beliau yang Insya Allah akan memberikan tambahan faidah bagi Saudara. Kami nukilkan ucapan beliau dalam Ijabatus Sa-il hal. 32-33 yang nashnya sebagai berikut :

Beliau ditanya: "Apakah menyentuh wanita membatalkan wudlu', baik itu menyentuh wanita ajnabiyah (bukan mahram), istrinya ataupun selainnya?" Maka beliau menjawab: "Menyentuh wanita ajnabiyah adalah perkara yang haram, dan telah diriwayatkan oleh Imam at-Thabrani dalam Mu'jamnya dari Ma'qal bin Yasar radliyallahu 'anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Sungguh salah seorang dari kalian ditusuk jarum dari besi di kepalanya lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.
Diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam Shahih keduanya dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Telah ditetapkan bagi anak Adam bagiannya dari zina, senantiasa dia mendapatkan hal itu dan tidak mustahil, kedua mata zinanya adalah melihat, kedua telinga zinanya adalah mendengarkan, tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah melangkah, dan hati cenderung dan mengangankannya, dan yang membenarkan atau mendustakan semua itu adalah kemaluan.

Maka dari sini diketahui bahwa menyentuh wanita ajnabiyah tanpa keperluan tidak diperbolehkan. Adapun bila ada keperluan seperti seseorang yang menjadi dokter atau wanita itu sendiri adalah dokter, yang tidak didapati dokter lain selain dia, dan untuk suatu kepentingan, maka hal ini tidak mengapa, namun tetap disertai kehati-hatian yang sangat dari fitnah.

Mengenai masalah membatalkan wudhu' atau tidak, maka menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu' menurut pendapat yang benar dari perkataan ahlul ilmi. Orang yang berdalil dengan firman Allah 'azza wa jalla :
Atau kalian menyentuh wanita

Maka sesungguhnya yang dimaksud menyentuh di sini adalah jima' sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma.
Telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari di dalam Shahihnya dari 'Aisyah radliyallahu'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat pada suatu malam sementara aku tidur melintang di depan beliau. Apabila beliau akan sujud, beliau menyentuh kakiku. Dan hal ini tidak membatalkan wudhu' Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang-orang yang mengatakan bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu' berdalil dengan riwayat yang datang di dalam as-Sunan dari hadits Mu'adz bin Jabal radliyallahu 'anhu bahwa seseorang mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah mencium seorang wanita”. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam terdiam sampai Allah 'azza wa jalla turunkan:

Dirikanlah shalat pada kedua tepi siang hari dan pada pertengahan malam. Sesungguhnya kebaikan itu dapat menghapuskan kejelekan.

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya :
Berdirilah, kemudian wudhu' dan shalatlah dua rakaat.

Pertama, hadits ini tidak tsabit (kokoh) karena datang dari jalan 'Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia tidak mendengar hadits ini dari Mu'adz bin Jabal. Ini satu sisi permasalahan. Kedua, seandainya pun hadits ini kokoh, tidak menjadi dalil bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu', karena bisa jadi orang tersebut dalam keadaan belum berwudhu'. Ini merupakan sejumlah dalil yang menyertai ayat yang mulia bagi orang-orang yang berpendapat membatalkan wudhu', dan engkau telah mengetahui bahwa Ibnu 'Abbas radliyallahu 'anhuma menafsirkan ayat ini dengan jima'. Wallahul musta'an.

Untuk Lebih Lengkapnya lagi
http://www.asysyariah.com

Status Anak Zina

1. Apa dalil wajibnya istibra` ar-rahim dari bibit seseorang atas seorang wanita yang berzina jika hendak dinikahi?
2. Apa dalil tidak bolehnya menasabkan anak hasil zina tersebut kepada lelaki yang berzina dengan ibunya? Apa dalil tidak bolehnya lelaki tersebut menjadi wali pernikahan anak itu dan bahwa lelaki tersebut bukan mahram anak itu (jika wanita)?
3. Jika kedua orang yang berzina tersebut menikah dalam keadaan wanitanya hamil, bagaimana hukumnya dan bagaimana status anak-anak mereka yang dihasilkan setelah pernikahan? Apakah mereka merupakan mahram bagi anak zina tadi dan bisa menjadi wali pernikahannya?
4. Siapa saja yang bisa menjadi wali pernikahan anak zina tersebut?

Jawab:
Alhamdulillah, wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi waman walah.
1. Seorang wanita yang berzina dengan seorang lelaki, keduanya berstatus pezina selama belum bertaubat dari perzinaan itu. Maka wanita itu tidak boleh dinikahi oleh siapapun sampai terpenuhi dua syarat berikut:
a. Wanita itu bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan jika yang hendak menikahinya adalah lelaki yang berzina dengannya maka juga dipersyaratkan laki-laki tersebut telah bertaubat. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat An-Nur: 3:
الزَّانِي لاَ يَنْكِحُ إلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنْكِحُهَا إِلاَّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki pezina tidaklah menikahi selain wanita pezina atau wanita musyrik, dan wanita pezina tidaklah menikahi selain lelaki pezina atau lelaki musyrik, dan hal itu diharamkan atas kaum mukminin.”
b. Wanita tersebut melakukan istibra` yaitu pembebasan rahim dari bibit lelaki yang telah berzina dengannya. Karena dikhawatirkan lelaki tersebut telah menanam bibitnya dalam rahim wanita itu. Artinya, wanita itu hamil akibat perzinaan itu. Maka wanita itu harus melakukan istibra` untuk memastikan bahwa rahimnya kosong (tidak hamil), yaitu menunggu sampai dia mengalami haid satu kali karena dengan demikian berarti dia tidak hamil. Apabila diketahui bahwa dia hamil maka istibra`-nya dengan cara menunggu sampai dia melahirkan anaknya. Kita tidak mempersyaratkan wanita itu melakukan ‘iddah1 karena sebagaimana kata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ (5/215, cet. Darul Atsar): “’Iddah adalah hak seorang suami yang menceraikan istrinya. Sedangkan lelaki yang berzina dengannya statusnya bukan suami melainkan fajir/pezina.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata dalam Majmu’ Fatawa (32/112): “Al-Istibra` bukan karena hak kehormatan mani lelaki pertama (yang menzinainya). Akan tetapi untuk hak kehormatan mani lelaki yang kedua (yang hendak menikahinya), karena tidak dibenarkan baginya untuk mengakui seseorang sebagai anaknya dan dinasabkan kepadanya padahal bukan anaknya.”
Demikian pula jika ditinjau dari sisi qiyas, Syaikhul Islam berkata (32/111): “Seorang wanita yang khulu’2 -karena dia bukan wanita yang dicerai-, dia tidak ber-’iddah dengan ‘iddah wanita yang dicerai. Bahkan dia harus melakukan istibra` (membebaskan rahimnya) dan istibra` juga disebut iddah. Maka, wanita yang digauli dengan nikah syubhat dan wanita yang berzina lebih utama untuk melakukan istibra`.”
Syaikhul Islam (32/110) juga berkata: “Karena wanita yang berzina bukanlah istri (yang ditalak) yang wajib untuk melakukan ‘iddah. Dan tidaklah keadaan wanita berzina melebihi keadaan budak wanita yang harus melakukan istibra` sebelum digauli oleh tuannya yang baru. Padahal seandainya dia telah dihamili oleh bekas tuannya maka anaknya dinasabkan kepada bekas tuannya itu. Maka wanita yang berzina (yang seandainya hamil maka anaknya tidak dinasabkan kepada laki-laki yang menzinainya) lebih wajib untuk melakukan istibra`.”
Adapun dalil-dalil tentang istibra` pada budak wanita adalah:
a. Hadits Ruwaifi’ bin Tsabit radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang sabaya (para wanita tawanan perang) pada perang Khaibar:
لاَ يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ –يَعْنِي إِتْيَانَ الْحُبْلَى مِنَ السَّبَايَا- وَأَنْ يُصِيبَ اْمَرْأَةً ثَيِّبًا مِنَ السَّبْيِ حَتَّى يَسْتَبْرِئَهَا
“Tidak halal bagi seorang lelaki yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan air maninya di ladang orang –yakni menggauli wanita sabaya yang hamil– dan menggauli wanita sabaya yang telah bersuami sampai wanita itu melakukan istibra`.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan dihasankan oleh Al-Bazzar serta Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa` 1/201, 5/141, no. 2137. Hadits ini memiliki syawahid/penguat-penguat)
b. Hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang para sabaya Authas:
لاَ تُؤْطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
“Yang hamil tidak boleh digauli sampai melahirkan, demikian pula yang tidak hamil sampai haid satu kali.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi. Namun yang benar sanadnya lemah karena Syarik bin Abdillah Al-Qadhi hafalannya jelek. Akan tetapi hadits ini memiliki syawahid/penguat-penguat sehingga dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 187 dan no. 1302)
2. Anak hasil zina tidak dinasabkan kepada lelaki yang menzinai ibu anak tersebut meskipun kita mengetahui bahwa secara hukum kauni qadari anak zina tersebut adalah anaknya. Dalam arti, Allah Subhanahu wa Ta'ala menakdirkan terciptanya anak zina tersebut sebagai hasil percampuran air mani laki-laki itu dengan wanita yang dizinainya. Akan tetapi secara hukum syar’i, anak itu bukan anaknya karena tercipta dengan sebab yang tidak dibenarkan oleh syariat, yaitu perzinaan. Permasalahan ini masuk dalam keumuman sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
“Anak yang lahir untuk pemilik kasur (artinya, anak yang dilahirkan oleh istri seseorang atau budak wanitanya adalah miliknya), dan seorang pezina tidak punya hak pada anak hasil perzinaannya.” (Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah dan ‘Aisyah radhiyallahu 'anha)
Dengan demikian, jika seorang lelaki menghamili seorang wanita dengan perzinaan kemudian dia bermaksud menikahinya dengan alasan untuk menutup aib dan menyelamatkan nasab anak tersebut, maka hal itu haram atasnya dan pernikahannya tidak sah. Karena anak tersebut bukan anaknya menurut hukum syar’i. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama sebagaimana dalam Al-Mughni (6/184-185) dan Syarah Bulughul Maram karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu pada Bab ‘Iddah wal ihdad wal istibra`. Dan ini yang difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da`imah dalam Fatawa mereka (20/387-389).
Berdasarkan hal ini, seluruh hukum nasab antara keduanya pun tidak berlaku. Di antaranya:
a. Keduanya tidak saling mewarisi.
b. Lelaki tersebut tidak wajib memberi nafkah kepadanya.
c. Lelaki tersebut bukan mahram bagi anak itu (jika dia wanita) kecuali apabila lelaki tersebut menikah dengan ibu anak itu dan telah melakukan hubungan (sah) suami-istri, yang tentunya hal ini setelah keduanya bertaubat dan setelah anak itu lahir, maka anak ini menjadi rabibah-nya sehingga menjadi mahram.
d. Lelaki tersebut tidak bisa menjadi wali anak itu dalam pernikahan (jika dia wanita).
Namun bukan berarti laki-laki tersebut boleh menikahi putri zinanya. Yang benar dalam masalah ini, dia tidak boleh menikahinya, sebagaimana pendapat jumhur yang dipilih oleh Syaikhul Islam dan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. Karena anak itu adalah putrinya secara hukum kauni qadari berasal dari air maninya, sehingga merupakan darah dagingnya sendiri. Dalil yang paling kuat dalam hal ini adalah bahwasanya seorang laki-laki tidak boleh menikahi anak susuannya yang disusui oleh istrinya dengan air susu yang diproduksi dengan sebab digauli olehnya sehingga hamil dan melahirkan. Kalau anak susuan seseorang saja haram atasnya, tentu seorang anak zina yang berasal dari air maninya dan merupakan darah dagingnya sendiri lebih pantas untuk dinyatakan haram atasnya. (Lihat Majmu’ Fatawa, 32/134-137, 138-140, Asy-Syarhul Mumti’, 5/170)
Para ulama menyatakan bahwa seorang anak zina dinasabkan kepada ibu yang melahirkannya, dan keduanya saling mewarisi. Jadi nasab anak tersebut dari jalur ayah tidak ada. Yang ada hanyalah nasab dari jalur ibunya. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah bahwasanya suami istri yang melakukan li’an3 di hadapan hakim karena suaminya menuduh bahwa anak yang dikandung istrinya adalah hasil perzinaan sedangkan istrinya tidak mengaku lalu keduanya dipisahkan oleh hakim, maka anak yang dikandung wanita itu dinasabkan kepada ibunya dan terputus nasabnya dari jalur ayah. Sebagaimana dalam hadits Sahl bin Sa’d As-Sa’idi radhiyallahu 'anhu yang muttafaq ‘alaih.
3. Jika kedua orang yang berzina tersebut menikah dalam keadaan wanitanya hamil maka pernikahan itu tidak sah berdasarkan apa yang telah dijelaskan pada jawaban pertama dan kedua. Hanya saja, kalau pernikahan itu dilangsungkan dengan anggapan bahwa hal itu boleh dan sah sebagaimana mazhab sebagian ulama yang berpendapat: “Boleh bagi seorang lelaki yang menghamili seorang wanita dengan perzinaan untuk menyelamatkan nasab anak itu dengan cara menikahinya dalam keadaan hamil, dengan syarat keduanya telah bertaubat dari perzinaan dan diketahui dengan pasti/yakin bahwa yang menghamilinya adalah laki-laki itu”, maka pernikahan itu dikategorikan sebagai nikah syubhat. Artinya, pernikahan itu berlangsung dengan anggapan bahwa hal itu boleh menurut syariat, padahal sebenarnya tidak boleh. Berarti pernikahan itu tidak mengubah status anak hasil perzinaan tersebut sebagai anak zina, dia tetap dinasabkan kepada ibunya dan tidak sah dinasabkan kepada lelaki tersebut. Adapun anak-anak yang dihasilkan setelah nikah syubhat, status mereka sah sebagai anak-anak keduanya4. Akan tetapi wajib atas keduanya untuk berpisah ketika mengetahui hakikat sebenarnya bahwa pernikahan itu tidak sah, sampai keduanya menikah kembali dengan akad nikah yang benar dan sah, tanpa harus melakukan istibra` ar-rahim. Ini adalah jawaban Syaikhuna Al-Faqih Abdurrahman Al-‘Adni hafizhahullah wa syafahu.
Dengan demikian, diketahuilah bahwa hubungan antara anak zina tersebut dengan anak-anak yang lahir dengan nikah syubhat tersebut adalah saudara seibu tidak seayah, yang berarti mereka adalah mahramnya. Namun tidak bisa menjadi wali pernikahannya menurut pendapat jumhur, yang menyatakan bahwa wali pernikahan seorang wanita adalah setiap lelaki yang merupakan ‘ashabah5 wanita itu, seperti ayahnya, kakeknya dari jalur ayah, putranya, anak laki-laki putranya, saudara laki-lakinya yang sekandung atau seayah, pamannya dari jalur ayah dan ‘ashabah lainnya6.
4. Yang menjadi walinya adalah sulthan. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Asy-Syarhul Mumti’ (5/154): “Yang dimaksud dengan sulthan adalah imam (amir) atau perwakilannya.... Adapun sekarang, urusan perwalian ini dilimpahkan oleh pemerintah kepada petugas khusus.”
Di negeri kita, mereka adalah para petugas (penghulu) Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ ... فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin dari walinya maka pernikahannya batil…, dan jika para wali berselisih untuk menikahkannya maka sulthan adalah wali bagi seorang wanita yang tidak punya wali.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Abu ‘Awanah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Albani dalam Al-Irwa` (no. 1840) dan guru besar kami Al-Wadi’i dalam Ash-Shahihul Musnad (2/493))
Ash-Shan’ani rahimahullahu berkata dalam Subulus Salam (3/187): “Hadits ini menunjukkan bahwa sulthan adalah wali bagi seorang wanita yang tidak punya wali dalam pernikahan, baik karena memang tidak ada walinya atau walinya ada namun tidak mau menikahkannya7.”
Jika ada yang bertanya: Bukankah ibu seorang anak zina dan ‘ashabah ibunya merupakan ‘ashabah bagi anak zina itu sebagaimana pendapat sebagian ulama? Tidakkah mereka dianggap sebagai wali?
Jawabannya: Ibnu Qudamah rahimahullahu dalam Al-Mughni (6/183) menerangkan bahwa kedudukan mereka sebagai ‘ashabah anak zina itu hanya dalam hal waris semata dan tidak berlaku dalam perkara perwalian nikah. Karena hubungan nasab mereka hanya melalui jalur ibu, sehingga tidak ada hak perwalian untuk mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.

1 ‘Iddah adalah masa penantian yang diatur oleh syariat bagi seorang wanita yang diceraikan oleh suaminya, yaitu selama tiga kali masa haid. Adapun jika diceraikan dalam keadaan hamil maka ‘iddah-nya sampai melahirkan.
2 Khulu’ adalah perpisahan suami-istri karena permintaan istri yang disertai dengan pembayaran ganti (harta) dari pihak istri.
3 Li’an adalah persaksian demi Allah yang diucapkan empat kali oleh masing-masing suami dan istri yang dikuatkan dengan sumpah untuk pembelaan diri masing-masing, kemudian yang kelima kalinya: disertai pernyataan dari suami bahwa laknat Allah Subhanahu wa Ta'ala atas dirinya jika dia berdusta menuduh istrinya berzina, dan disertai pernyataan dari istri bahwa murka Allah Subhanahu wa Ta'ala atasnya dirinya jika suaminya benar.
4 Pendapat bahwa anak hasil nikah syubhat sah sebagai anak adalah pendapat Al-Imam Ahmad, Al-Imam Asy-Syafi’i, dan yang lainnya, dipilih oleh Syaikhul Islam, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, dan Al-Lajnah Ad-Da`imah. Lihat Al-Mughni (7/288), Majmu’ Fatawa (32/66-67), Asy-Syarhul Mumti’ (5/641, cet. Darul Atsar) dan Fatawa Al-Lajnah (28/387).
5 Yaitu seluruh lelaki yang mewarisi harta wanita itu tanpa ada ketetapan bagian tertentu, melainkan mewarisi secara ta’shib. Artinya jika ahlul fardh (ahli waris yang telah ditentukan bagiannya) telah mengambil haknya maka harta warisan yang tersisa akan diwarisi oleh ‘ashabah, atau jika tidak ada ahlul fardh maka mereka yang mewarisi seluruh hartanya.
6 Lihat mazhab jumhur tentang wali pernikahan seorang wanita dalam Mukhtasar Al-Khiraqi bersama Al-Mughni (6/319-322), Fathul Bari (9/187), Nailul Authar (6/120), Subulus Salam (3/185), Asy-Syarhul Mumti’, (5/145-154).
7 Yaitu tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat.


Mengapa wanita menangis?

Pada saat itu aku membuat suatu kesalahan terhadap seorang wanita yang menyebabkan dia menangis, karena aku adalah lelaki rasa cengeng yang ditunjukkan kepadaku tidaklah berarti apa-apa, kemudian aku membaca di artikel "Kenapa wanita menangis" dari eramuslim berikut petikannya:
Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya pada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab aku wanita". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan
memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."

Kemudian anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis?, Ibu menangis tanpa sebab yang jelas". sang ayah menjawab, "Semua wanita memang sering menangis tanpa alasan". Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.

Sampai kemudian si anak itu tumbuh menjadi remaja, ia tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis. Hingga pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan, "Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?"

Dalam mimpinya ia merasa seolah Tuhan menjawab, "Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau kerap berulangkali ia menerima cerca dari anaknya itu. Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah saat
semua orang sudah putus asa.

Kepada wanita, Kuberikan kesabaran untuk merawat keluarganya walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk
mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau acapkali anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya
melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukannya tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak.

Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk
memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau
seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling melengkapi dan saling menyayangi.

Dan akhirnya Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapan pun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air mata ini adalah air mata kehidupan".

(Zuriati Ibrahim from milist ingatan)
http://www.wanita-aries.blogspot.com

Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, Syria, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman itu. Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah.
Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan.
Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya.

Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan iseringkali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian.
Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan.
Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri.
Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah. Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar. Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tsb dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus.
Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata ‘Astaghfirullah, A’udzubillahi minasy syaithanir rajim… Aku mencuri? Aku mencuri? Mana imankua? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan mencuri? Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.
Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristighfar.
Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya dan bertanya, ‘Apakah kamu telah menikah?’ ‘Belum jawabnya’.
Guru betanya lagi, ‘Apakah kamu ingin menikah?’ Ia terdiam, perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan.
Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab, ‘Guru, Demi Allah, untuk membeli sekeping roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?’.
Gurunya itu tersenyum lalu berkata, ‘Wanita ini bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?’
Syaikh menjawab, ‘Insya Allah saya mau. Dan si wanita tadi pun menerima Syaikh sebagai suaminya.
Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya kerumahnya.
Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki.
‘Apakah Kanda sudah makan siang?’ Tanya sang wanita. Syaikh menjawab ‘belum’.
Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata, ‘Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancing ini tahu kalau aku janda sehingga berani nya ia masuk rumah ini!’
Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata, ‘Kau lulus ujian, Suamiku. Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahwakan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal''.
Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar.


 

Original Blogger Template | Modified by Blogger Whore | Distributed by eBlog Templates